Bismillahirrahmanirrahim.
Basmalah ini semoga menandai kembalinya semangat saya untuk menulis lagi. Basmalah ini semoga menandai keinginan saya untuk berbagi dengan sesama. Berbagi kebaikan dalam sebuah tulisan ringan yang mungkin akan terasa sangat ringan dan enteng. Sama seperti entengnya wajah istri saya yang sedang tidur lelap ketika saya menulis artikel ini. Hehe…. Berawal dari sebuah kekangenan saya melakukan hobi saya dahulu kala, yang entah kenapa hobi itu satu tahun ini seolah lenyap kalau dalam legenda jawa kuno seperti rembulan yang “dicaplok” Bethara Kala ketika tejadi gerhana bulan. Dimulai ketika saya hendak tidur, saya menyempatkan diri untuk membaca sebuah buku yang sudah lama saya beli. Ketika membuka buku ini terlihat jelas ada lipatan pas dulu saya menandai terakhir kali halaman yang saya baca. Menarik… membaca buku selalu menarik bagi saya. Apapun buku itu. Sampai saya sampai pada sebuah bab tentang silaturahim. Silaturahim ini ternyata juga hobi lama yang sudah mulai saya tinggalkan. Walaupun tidak dapat dikatakan ditinggalkan secara total, tetapi harus saya akui bahwa kualitas maupun kuantitasnya menurun drastis selama satu tahun terakhir. Banyak faktor penyebabnya. Saya bisa menjadikan faktor kesibukan sebagai kambing hitam. Saya juga bisa menyimpulkan bahwa kendala diluar saya sebagai kambing hitam, misalkan kesibukan teman-teman yang di-silaturahim-i. Namun pada akhirnya saya harus mengakui dan menyimpulkan dengan ikhlas bahwa faktor itu sebenarnya berasal dari kesombongan jiwa saya yang enggan untuk menyambung yang terputus. Karena seperti yang dikatakan Rasulullah, “Yang disebut silaturrahim itu bukanlah seseorang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahim itu ialah menyambungkan apa yang terputus (HR. Bukhori)”. Ini sekaligus menjadi pengingat bagi saya untuk kembali bersemangat menjalin silaturahim. Untuk urusan ini saya perlu belajar banyak dari istri saya. Dia adalah orang yang menurut saya hebat dalam bertetangga. Dalam waktu kurang dari satu bulan semenjak saya culik secara sah dari orangtuanya (nikah… hehehe) , sudah berapa puluh orang yang dikenal di sekitar rumah. Triknya sederhana yaitu dengan tulus memberi oleh-oleh walupun hanya berupa jajan ataupun sayur lodeh. Sederhana memang. Tetapi (jika dikemas dengan sedikit tambahan kata-kata jurnalistik yang bagus) itu adalah bentuk empati dan kepedulian terhadap tetangga, karena muslim yang baik adalah yang baik kepada tetangganya. Dan saya sebagai suami hanya bisa memberi tahu dan mengarahkan, walupun pengamalan masih belum. Tentu sembari berharap kepada Alloh bahwa sekedar memberi tahu dan mengarahkan istri adalah bagian dari keutamaan, yang artinya semoga ini juga dicatat juga oleh Alloh sebagai sebuah amal kebaikan.
Jika kita kembali makna silaturahim memang sangat sangat luas apalagi jika ditambahkan dengan dalil-dalil yang memperkuat dan menganjurkannya. Sampai pada sebuah kesimpulan yang diambil dari buku itu yang ternyata 10 faktor penentu keberhasilan tidak bisa lepas dari silaturahim atau paling tidak berhsil atau tidaknya seseorang ditentukan oleh kualitas silaturahimnya. 10 faktor itu adalah:
– Bersikap jujur kepada semua orang
– Mempunyai disiplin yang baik
– Pintar bergaul
– Bekerja lebih keras daripada yang lain
– Memili kepribadian yang kompetitif (Fastabqul Khairat)
– Memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan kuat
– Memiliki kemampuan menjual ide atau produk
– Mampu melihat peluang yang tidak dilhat orang lain
– Berani mengamil resiko
Paling tidak semoga ocehan dan curhatan kecil ini menjadi penyemangat untuk pribadi saya sendiri sambil berharap orang lain juga ikut merasakan manfaat ketika membaca tulisan ini. Terimakasih untuk istriku yang setia menemaniku disampingku dengan nafas tanpa sadarnya. Hehehe… Semoga mimpimu indah. Semoga Alloh memberikan barokah kepada kita semua. Aamiin. Wallahu a’lam bishshowab.
Comment